KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul DISTOSIA BAHU.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Asuhan kebidanan IV (patologi). Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulisan makalah berikutnya dapat lebih baik.
Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Tangerang, April 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar ................................................................................................. i
Daftar isi........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.............................................................................. 1
1.2 Tujuan penulisan........................................................................... 1
1.3 Metode penulisan......................................................................... 1
1.4 Sistematika penulisan................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Distosia........................................................................... 3
2.2 Patofisiologi.................................................................................. 3
2.3 Etiologi......................................................................................... 4
2.4 Faktor Penyebab Distosia............................................................. 4
2.5 Komplikasi Distosia...................................................................... 12
2.6 Penatalaksanaan............................................................................ 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 19
B. Saran.............................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA | |
LAMPIRAN : CONTOH KASUS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang digunakan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi.
Gross dkk (1987) Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria diagnosa diatas.
Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut lebih dari 60 detik.
American College of Obstetrician and Gynecologist (2002) : angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4%.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan IV (patologi) tentang Distosia Bahu.
2. Memahami dan mengerti tentang Distosia yaitu definisi, patofisiologi, etiologi, faktor penyebab distosia, Komplikasi Distosia, Penatalaksanaan.
1.3 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini dengan cara mencari materi yang dibutuhkan diberbagai sumber dan internet.
1.4 Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Metode Penulisan
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Distosia
2.2 Patofisiologi
2.3 Etiologi
2.4 Faktor Penyebab Distosia
2.5 Komplikasi Distosia
2.6 Penatalaksanaan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI DISTOSIA BAHU
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan biasa kearah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. pada persalinan persentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3 % dari seluruh persalinan vaginal persentasi kepala. apabila distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidensinya menjadi 11%.
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki panggul dalam posisi oblig. bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum bahu anterior. ketika kepala melakukan putaran paksi luar bahu posterior berada dicekungan tulang sakrum atau disekitar spina ischiadika dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuka panggul melalui belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis. Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan puter fraksi luar dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign).
2.2 PATOFISIOLOGI
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkankepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akanberada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibumeneran akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahugagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetapberada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahudepan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.
2.3 ETIOLOGI
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahuuntuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh faseaktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepalayang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala IIsebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
2.4 FAKTOR PENYEBAB DISTOSIA
1. Distosia Karena Kelainan His
Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik.
A. Inersia Uteri Hipotonik.
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik.
Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.
Inersia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
1) Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
2) Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
Penanganan :
1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan.
2. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang
kemungkinan-kemungkinan yang ada.
kemungkinan-kemungkinan yang ada.
3. Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan kepala / bokong
bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat
dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan
dilakukan sectio cesaria.
bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat
dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan
dilakukan sectio cesaria.
B. Inersia Uteri Hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.
Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. misalnya "tetania uteri" karena obat uterotonika yang berlebihan. Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.
Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.
Penanganan :
Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot, nyeri, mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi.
Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarea.
Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarea.
2. Distosia Karena Kelainan Letak
A. Letak Sungsang
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong dibawah bagian cavum uteri.
Macam –Macam Letak Sungsang :
1) Letak bokong murni ( frank breech )
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat ke atas.
2) Letak sungsang sempurna (complete breech)
Kedua kaki ada disamping bokong dan letak bokong kaki sempurna.
3) Letak sungsang tidak sempurna ( incomplete breech )
Selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.
Etiologi Letak Sungsang :
1. Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada ; pada panggul sempit, hidrocefalus, anencefalus, placenta previa, tumor.
2. Janin mudah bergerak ; pada hidramnion, multipara, janin kecil (prematur).
3. Gemelli
4. Kelainan uterus ; mioma uteri
5. Janin sudah lama mati
6. Sebab yang tidak diketahui.
Diagnosis Letak Sungsang :
1. Pemeriksaan luar, janin letak memanjang, kepala di daerah fundus uteri
2. Pemeriksaan dalam, teraba bokong saja, atau bokong dengan satu atau dua kaki.
Syarat Partus Pervagina Pada Letak Sungsang :
1. janin tidak terlalu besar
2. tidak ada suspek CPD
3. tidak ada kelainan jalan lahir
Jika berat janin 3500 g atau lebih, terutama pada primigravida atau multipara dengan riwayat melahirkan kurang dari 3500 g, sectio cesarea lebih dianjurkan.
B. Prolaps Tali Pusat
Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin setelah ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat terdepan.
Pada keadaan prolaps tali pusat ( tali pusat menumbung ) timbul bahaya besar, tali pusat terjepit pada waktu bagian janin turun dalam panggul sehingga menyebabkan asfiksia pada janin.
Pada keadaan prolaps tali pusat ( tali pusat menumbung ) timbul bahaya besar, tali pusat terjepit pada waktu bagian janin turun dalam panggul sehingga menyebabkan asfiksia pada janin.
Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada waktu ketuban pecah bagian terdepan janin masih berada di atas PAP dan tidak seluruhnya menutup seperti yang terjadi pada persalinan ; hidramnion, tidak ada keseimbangan antara besar kepala dan panggul, premature, kelainan letak.
Diagnosa prolaps tali pusat ditegakkan bila tampak tali pusat keluar dari liang senggama atau bila ada pemeriksaan dalam teraba tali pusat dalam liang senggama atau teraba tali pusat di samping bagian terendah janin.
Pencegahan Prolaps Tali Pusat :
Menghindari pecahnya ketuban secara premature akibat tindakan kita.
Penanganan Tali Pusat Terdepan ( Ketuban belum pecah ) :
a. Usahakan agar ketuban tidak pecah
b. Ibu posisi trendelenberg
c. Posisi miring, arah berlawanan dengan posisi tali pusat
d. Reposisi tali pusat
Penanganan Prolaps Tali Pusat :
a. Apabila janin masih hidup , janin abnormal, janin sangat kecil harapan hidup Tunggu partus spontan.
b. Pada presentasi kepala apabila pembukaan kecil, pembukaan lengkap
Vacum ekstraksi, porcef.
Vacum ekstraksi, porcef.
c. Pada Letak lintang atau letak sungsang Sectio cesaria
3. Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir
Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada jaringan keras / tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.
A. Distosia karena kelainan panggul/bagian keras Dapat berupa :
1. Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid, misalnya panggul jenis Naegele, Rachitis, Scoliosis, Kyphosis, Robert dan lain-lain.
2. Kelainan ukuran panggul.
Panggul sempit (pelvic contaction) Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1 – 2 cm kurang dari ukuran yang normal.
Kesempitan panggul bisa pada :
1. Kesempitan pintu atas panggulInlet dianggap sempit apabila cephalopelvis kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Diagonalis (CD) maka inlet dianggap sempit bila CD kurang dari 11,5 cm.
2. Kesempitan midpelvis
a) Diameter interspinarum 9 cm
b) Kalau diameter transversa ditambah dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 13,5 cm.
Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan RO – pelvimetri.
Midpelvis contraction dapat member kesulitan sewaktu persalinan sesudah kepala melewati pintu atas panggul.
3. Kesempitan outlet
Kalau diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm.
Kesempitan outlet, meskipun mungkin tidak menghalangi lahirnya janin, namun dapat menyebabkan rupture perineal yang hebat. Karena arkus pubis sempit, kepala janin terpaksa melalui ruang belakang.
Ukuran rata-rata panggul wanita normal
1) Pintu atas panggul (pelvic inlet) :
Diameter transversal (DT) + 13.5 cm. Conjugata vera (CV) + 12.0 cm. Jumlah rata-rata kedua diameter minimal 22.0 cm.
2) Pintu tengah panggul (midpelvis) :
Distansia interspinarum (DI) + 10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP) + 11.0 cm. Jumlah rata-rata kedua diameter minimal 20.0 cm.
3) Pintu bawah panggul (pelvic outlet) :
Diameter anterior posterior (AP) + 7.5 cm. Distansia intertuberosum + 10.5 cm. Jumlah rata-rata kedua diameter minimal 16.0 cm. Bila jumlah rata-rata ukuran pintu-pintu panggul tersebut kurang, maka panggul tersebut kurang sesuai untuk proses persalinan pervaginam spontan.
B. Kelainan jalan lahir lunak
Adalah kelainan serviks uteri, vagina, selaput dara dan keadaan lain pada jalan lahir yang menghalangi lancarnya persalinan.
1) Distosia Servisis
Adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan kelainan pada servik uteri. Walaupun harus normal dan baik, kadang – kadang permukaan servik menjadi macet karena ada kelainan yang menyebabkan servik tidak mau membuka.
Ada 4 jenis kelainan pada servik uteri :
· Servik kaku (rigid cervix)
· Servik gantung (hanging cervix)
· Servik konglumer (conglumer cervix)
· Edema servik
2) Kelainan selaput dara dan vagina
· Selaput dara yang kaku, tebal
· Penanganannya : dilakukan eksisi selaput dara (hymen)
· Septa vagina
· Sirkuler Anteris–posterior
Penanganan :
· Dilakukan eksisi sedapat mungkin sehingga persalinan berjalan Lancar
· Kalau sulit dan terlalu lebar, dianjurkan untuk melakukan sectio Cesaria
3) Kelainan – kelainan lainnya
· Tumor – tumor jalan lahir lunak : kista vagina ; polip serviks, mioma
uteri, dan sebagainya.
uteri, dan sebagainya.
· Kandung kemih yang penuh atau batu kandung kemih yang besar.
· Rectum yang penuh skibala atau tumor.
· Kelainan letak serviks yang dijumpai pada multipara dengan perut
gantung.
gantung.
· Ginjal yang turun ke dalam rongga pelvis.
· Kelainan – kelainan bentuk uterus : uterus bikorvus, uterus septus,
uterus arkuatus dan sebagainya.
uterus arkuatus dan sebagainya.
2.5 KOMPLIKASI DISTOSIA
Komplikasi Maternal
· Perdarahan pasca persalinan
· Fistula Rectovaginal
· Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy”
· Robekan perineum derajat III atau IV
· Rupture Uteri
Komplikasi Fetal
· Brachial plexus palsy
· Fraktura Clavicle
· Kematian janin
· Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
· Fraktura humerus
Prediksi dan pencegahan Distosia Bahu
Meskipun ada sejumlah faktor resiko yang sudah diketahui, prediksi secara individual sebelum distosia bahu terjadi adalah suatu hal yang tidak mungkin.
Faktor resiko:
Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.
Faktor Resiko Distosia Bahu :
1. Maternal
· Kelainan anatomi panggul
· Diabetes Gestational
· Kehamilan postmatur
· Riwayat distosia bahu
· Tubuh ibu pendek
2. Fetal
· Dugaan macrosomia
3. Masalah persalinan
· Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum)
· “Protracted active phase” pada kala I persalinan
· “Protracted” pada kala II persalinan
Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang.
Ginsberg dan Moisidis (2001) : distosia bahu yang berulang terjadi pada 17% pasien.
Rekomendasi dari American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) untuk penatalaksanaan pasien dengan riwayat distosia bahu pada persalinan yang lalu:
1. Perlu dilakukan evaluasi cermat terhadap perkiraan berat janin, usia kehamilan, intoleransi glukosa maternal dan tingkatan cedera janin pada kehamilan sebelumnya.
2. Keuntungan dan kerugian untuk dilakukannya tindakan SC harus dibahas secara baik dengan pasien dan keluarganya.
American College Of Obstetricians and Gynecologist (2002) : Penelitian yang dilakukan dengan metode evidence based menyimpulkan bahwa :
1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah.
2. Tindakan SC yang dilakukan pada semua pasien yang diduga mengandung janin makrosomia adalah sikap yang berlebihan, kecuali bila sudah diduga adanya kehamilan yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat badan janin yang dikandung oleh penderita diabetes lebih dari 4500 gram.
2.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Distosia Bahu:
1. Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan.
2. Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah melakukan traksi curam bawah sambil meminta ibu untuk meneran.
3. Lakukan episiotomi.
Setelah membersihkan mulut dan hidung anak, lakukan usaha untuk membebaskan bahu anterior dari simfsis pubis dengan berbagai maneuver :
1. Tekanan ringan pada suprapubic
2. Maneuver Mc Robert
3. Maneuver Woods
4. Persalinan bahu belakang
5. Maneuver Rubin
6. Pematahan klavikula
7. Maneuver Zavanelli
8. Kleidotomi
9. Simfsiotomi
1. Tekanan ringan pada suprapubic
Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan traksi curam bawah pada kepala janin.
Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi curam bawah pada kepala janin.
2. Maneuver Mc Robert
Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston.
Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada abdomen ibu
Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit.
Maneuver Mc Robert
Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah vertikal)
Analisa tindakan Maneuver Mc Robert dengan menggunakan x-ray
Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior terbebas dari simfisis pubis
3. Maneuver Woods ( “Wood crock screw maneuver” )
Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara “crock screw” maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas.
Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis
4. Melahirkan bahu belakang
A. Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan posisi fleksi siku
B. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin
C. Lengan posterior dilahirkan
5. Maneuver Rubin
Terdiri dari 2 langkah :
(1). Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :
(2). Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubis
Maneuver Rubin II
A. Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah
B. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit
6. Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.
7. Maneuver Zavanelli : mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui SC.
Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi.
Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina.
8. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.
9. Simfisiotomi.
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu
1. Minta bantuan – asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.
2. Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
3. Lakukan episiotomi mediolateral luas.
4. Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk melahirkan kepala.
5. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.
Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan diatas. Bila tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :
1. Wood corkscrew maneuver
2. Persalinan bahu posterior
3. Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.
Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan diatas, namun tindakan dengan maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah sangat beralasan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut buku acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal, 2005, setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis.
Dorongan pada saat ibu mengedan akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis.
3.2 Saran
Bagi ibu hamil hendaknya memeriksakan kehamilannya secara dini, memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilannya, agar bisa terdeteksi secara dini komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilannya dan bisa meminimalisir terjadinya komplikasi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar